Estimasi waktu membaca: 4 menit
Bu, sering denger nggak sih tentang sandwich generation?
Sandwich generation adalah generasi dewasa yang harus menanggung hidup tiga generasi atau generasi lain. Antara lain orangtua, anak-anaknya dan termasuk keluarganya sendiri. Biasanya, seseorang yang termasuk ke dalam sandwich generation berada pada rentang usia 30 sampai 60 tahun dan bersedia untuk mengorbankan penghasilannya untuk membiayai keluarga yang termasuk ke dalam tanggungannya.
Apakah Ibu salah satunya? Jika iya, yuk kita simak cerita Ibu Gessy dari Lincah Komunitas, yang berhasil menjalani dilema sandwich generation yang dialaminya.
Ibu Gessy merupakan seseorang yang kebetulan pernah menjalani hidup sebagai seorang sandwich generation selama kurang lebih 3 tahun terakhir. Tidak hanya 1 lapis, namun banyak lapisan pelajaran dalam hidup yang dirasakan saat menjalani hari-harinya sebagai penopang 3 generasi keluarga bersama pasangan.
Pada awalnya Ibu Gessy mengalami masa denial, tidak terima dengan keadaan yang ada, merasa kesal, marah, hingga kecewa. Banyak fase yang ia dan pasangan alami mulai dari mencoba beberapa formula pengelolaan keuangan, menghadapi fase trial and error, alokasi dana yang tepat dan lainnya.
Bahkan, Ibu Gessy juga sempat berada dalam fase tidak memiliki anggaran untuk berwisata ataupun berlibur. Belum lagi pengeluaran untuk orang tua dan mertua yang belum teranggarkan. Belum lagi ditambah beban juga untuk bisa menabung dana pendidikan anak dan dana pensiun. Semua masalah itu semakin menumpuk layaknya roti sandwich beneran.
Hal itu pun terus menjadi dilema hari-harinya, sampai akhirnya Ibu Gessy berhasil mendapatkan cara yang tepat supaya keuangannya bisa lebih stabil. Di perjalanan inilah bu Gessy mulai membuka dirinya juga untuk semakin berdaya dan akhirnya bertemu dengan Lincah Komunitas.
Saat masih struggling dengan keadaannya sebagai sandwich generation, Ibu Gessy pun menemukan support system dalam hidupnya yaitu Lincah Komunitas. Ibu Gessy merasa bahwa Lincah Komunitas merupakan komunitas yang ia butuhkan karena komunitas ini membantu para Ibu untuk tetap berdaya walau di rumah, sambil membersamai anak dalam keseharian. Komunitas ini pun memperkaya ilmu para Ibu agar bisa lebih percaya diri dalam mengurus keluarganya.
Ibu Gessy pun merasakan bahwa ia menemukan teman-temannya yang sejalan di Lincah Komunitas ini. Dengan berkomunitas, Ibu Gessy mulai berbagi persoalannya mulai dari soal financial, persoalan mengenai kebutuhan sehari-hari, dan lainnya. Bahkan terkadang, Lincah Komunitas sampai menjadi ladang rezeki untuknya melakukan berbagai kegiatan.
Bersama lincah Komunitas, Ibu Gessy pun mulai merasakan menjadi Ibu yang Cerdas, Berdaya dan Sejahtera. Komunikasi yang aktif dan responsif dengan banyaknya aktivitas, membuatnya semakin berdaya dalam peranannya sebagai seorang Ibu dan berkomunitas.
Seiring berjalannya waktu dan pemberdayaan diri yang terus bertumbuh, Ibu Gessy akhirnya berhasil menemukan rahasia jitu dalam menghadapi masalah sandwich generation yang dialaminya. Seperti apa tips mengatur porsi keuangan sandwich generation ala bu Gessy? Yuk, kita simak lebih lanjut!
Saat ini, Ibu Gessy sudah mulai bisa menentukan pengelompokkan anggaran. Hal itu dibagi berdasarkan kebutuhan yang mendesak dan kebutuhan pokok yang harus dikeluarkan terlebih dahulu. Setelah itu, barulah kemudian Ibu Gessy alokasikan untuk orang tua dan mertua.
Seiring waktu berjalan, taraf hidup pun membaik, Ibu Gessy dan pasangan mulai bisa mengalokasikan dana lebih untuk mengatur keuangan, menabung dana pendidikan anak dan dana pensiun. Hal ini dilakukan sebagai harapan bahwa anak mereka tidak akan menjadi sandwich generation di kemudian hari.
Tentu membutuhkan pengaturan financial yang matang agar keuangan pribadi dapat berjalan dengan baik walaupun menjadi sandwich generation. Ibu Gessy pun memberikan beberapa tips agar dapat mengatur porsi keuangan dengan baik bagi para sandwich generation:
Pada awal menjadi sandwich generation, sangat wajar untuk merasakan banyak emosi negatif dan sulit untuk berpikiran terbuka dan ikhlas. Tapi Ibu Gessy akhirnya sadar bahwa ia harus memvalidasi perasaannya tersebut agar dapat memecahkan masalah dengan baik bersama pasangan. Jika perasaan belum tervalidasi dan pikiran belum terbuka, akan lebih berat lagi untuk menjalani hidup sebagai sandwich generation. Setelah berusaha menerima serta membuka pikiran dan ikhlas menjalaninya, barulah Ibu Gessy bisa fokus mencari solusi dari permasalahannya sebagai sandwich generation.
Jangan lupa untuk selalu komunikasikan keputusan financial dengan pasangan, agar dapat lebih mudah menjalaninya. Jika pada akhirnya ada tabungan yang harus direlakan untuk digunakan untuk memenuhi kebutuhan yang mendadak, maka akan bisa lebih mudah untuk legowo.
Penting sekali untuk berpikiran terbuka sehingga dapat lebih leluasa menyampaikan hal-hal yang sedang dirasakan kepada pasangan agar tidak perlu memendam semuanya sendiri dan malah jadi bom waktu pada akhirnya nanti jika diungkapkan. Karena menjadi sandwich generation bukan lah sulit untuk satu orang saja, tetapi untuk kedua belah pihak. Jangan lupa juga untuk sabar dan percaya bahwa nantinya akan ada keberkahan sendiri yang akan datang selama kita terus sabar dan ikhlas menjalaninya.
Bagi Ibu Gessy, memiliki sikap tegas pun penting. Ia menyampaikan kepada orang tua atau mertuanya bahwa ia dan pasangan memiliki alokasi budget bagi keluarganya dan masa depan anaknya. Ibu Gessy berusaha untuk membuat orang tua dan mertuanya mengerti bahwa ia dan pasangan tidak bisa selalu memenuhi kebutuhan selain kebutuhan pokok.
Saat menerima gaji setiap bulannya, hal yang pertama kali dilakukan adalah pengelompokan budget pengeluaran berdasarkan urgensi kebutuhan. Tentu yang harus didahului adalah kebutuhan pokok yang mendesak seperti kebutuhan sehari-hari, baru kebutuhan lainnya bisa terpenuhi jika masih ada uang sisa.
Biasanya, Ibu Gessy memprioritaskan kebutuhan pokok keluarganya terlebih dahulu, baru setelah itu alokasikan untuk orang tua dan mertua. Pencatatan untuk budget setiap kebutuhan akan lebih mudah jika Ibu membaginya dalam kantong-kantong berbeda. Dengan menggunakan aplikasi Jago, Ibu bisa memanfaatkan fitur Kantong Jago agar bisa memasukkan budget sesuai dengan kategorinya.
Ketika penghasilan bertambah, hal pertama yang dilakukan oleh Ibu Gessy adalah mengalokasikan penghasilan tambahan tersebut untuk menabung pendidikan anak serta mempersiapkan dana pensiun dalam bentuk obligasi / reksadana. Hal ini dilakukan dengan harapan bahwa anak mereka tidak akan mengalami hal yang sama, sebagai sandwich generation.
Tidak perlu bersedih jika alokasinya belum sesuai seperti contoh-contoh yang diberikan oleh para financial planner, tetapi setidaknya sudah berusaha untuk memenuhi tabungan pendidikan anak dan dana darurat.
Ibu Gessy pun menitipkan pesan bagi para sandwich generation:
“Semangat! Tuhan tidak tidur, percaya saja jika Tuhan pasti akan memberikan kecukupan dan keberkahan. Kenikmatan di dunia sifatnya sementara, yang kekal nanti di akhirat. Jadi, anggap saja tabungan kita untuk nanti. Investasi jangka panjang. Mungkin bisa kita yang nikmati, atau anak cucu kita. Rajin-rajin mengadu pada Tuhan, insya Allah akan diberikan jalan keluar.”
Dengan menemukan cara untuk mengatur keuangan dengan baik sebagai sandwich generation, Ibu Gessy pun bisa menjalani hidup dan mengatur keuangannya dengan lebih baik saat ini. Semoga dengan tips-tips di atas, Ibu bisa lebih mudah untuk mengatur keuangan, ya!
Bagi Ibu yang belum memiliki aplikasi Jago, tidak perlu khawatir karena Ibu bisa download aplikasi Jago dengan mudah. Tinggal klik link ini untuk download dan Ibu sudah langsung bisa merasakan mudahnya mengatur keuangan dengan Bank Jago!
Ibu juga bisa join telegram Ibu Makin Jago untuk mendapatkan informasi mengenai financial, mental health, parenting dan self development. Yuk, level up bareng Ibu Makin Jago!
Referensi:
https://dictionary.cambridge.org
https://jago.com